MENGAPA MK? (SEJARAH)
MENGAPA
INDONESIA AKHIRNYA MENDIRIKAN LEMBAGA MAHKAMAH KONSTITUSI?
Mahkamah Konsitusi (MK)
adalah lembaga negara pengawal konstitusi dan penafsir konstitusi demi tegaknya
konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi untuk
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Mahkamah Konstitusi
merupakan salah satu wujud gagassan modern dalam upaya memperkuat usaha
membangun hubungan-hubungan yang saling mengendalikan dan menyeimbangkan antar
cabang-cabang kekuasaan negara[1]. Namun Mahkamah Konstitusi
adalah lembaga negara yang merupakan produk dari reformasi setelah runtuhnya
rezim orde baru pada tahun 1998, berdirinya Mahkamah Konstitusi ini didasari
pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang mahkamah Konstitusi. Lebih jelas
lagi pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Lalu mnegapa Indonesia memutuskan untuk
mendirikan Mahkamah Konstitusi (MK)?
Berdirinya Mahkamah Konstitusi di
negara-negara yang menganut sistem eropa continental sebenarnya sudah lama
sejak Hans Kelsen memberikan ide dan gagasannya untuk mendirikan lembaga
Mahkamah Konstitusi di negara Austria walaupun banyak yang mengecamnya pada
saat itu, namun dapat kita lihat sampai sekarang ini lebih dari 70 negara yang
mendirikan lembaga Mahkamah Konstitusi di negara-negara yang menganut sistem
eropa continental.
Pada awalnya gagasan untuk
mendirikan lembaga Mahkamah Konstitusi sendiri adalah untuk mengambil alih
tugas terkait judicial review yang sebelumnya di beberapa negara yang melaksanakannya
adalah Mahkamah Agung. Hal tersebut menurut Hans Kelsen tidak memberi
kepercayaan bagi masyarakat karena tidak mungkin lembaga peradilan biasa yang
memutus perkara judicial review. Hal tersbeut juga yang terjadi di Indonesia,
walaupun sebenarnya Mohammad Yamin pada rapat BPUPKI telah mengusulkan agar
dibentuk lembaga peradilan yang berwenang untuk membahas, menguji dan
menafsirkan Undang-undang yang akhirnya dibantah oleh Soepomo dan disetujui
oleh sidang. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi
di Indonesia dalam rangka tuntutan untuk memberdayakan Mahkamah Agung. Diawali
pada tahun 1970-an dengan perjuangan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang
memperjuangkan agar Mahkamah Agung Indonesia diberi kewenangan untuk menguji
undang-undang terhadap Undang Undang Dasar. Tuntutan ini tidak pernah
ditanggapi karena dilatarbelakangi oleh suasana dan paradigma kehidupan
ketatanegaraan dan kehidupan politik yang monolitik waktu itu. Juga tidak
diperkenankannya adanya perubahan konstitusi, bahkan Undang-Undang Dasar
cendrung disakralkan.
Tetapi
setelah terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 yang
menghantam berbagai aspek kehidupan sosial, politik dan hukum. Gagasan Yamin
muncul kembali pada proses amandemen UUD 1945. Gagasan membentuk Mahkamah
Konstitusi mengemuka pada sidang kedua Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI
(PAH I BP MPR), pada Maret-April tahun 2000. Mulanya, MK akan ditempatkan dalam
lingkungan MA, dengan kewenangan melakukan uji materil atas undang-undang,
memberikan putusan atas pertentangan antar undang-undang serta kewenangan lain
yang diberikan undang-undang. Usulan lainnya, MK diberi kewenangan memberikan
putusan atas persengketaan kewenangan antarlembaga negara, antar pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Dan setelah
melewati perdebatan panjang, pembahasan mendalam, serta dengan mengkaji lembaga
pengujian konstitusional undang-undang di berbagai negara, serta mendengarkan
masukan berbagai pihak, terutama para pakar hukum tata negara, rumusan mengenai
pembentukan Mahkamah Konstitusi diakomodir dalam Perubahan Ketiga UUD 1945.
Hasil Perubahan Ketiga UUD 1945 itu merumuskan ketentuan mengenai lembaga yang
diberi nama Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945.
Akhirnya sejarah MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimulai, tepatnya
setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal
24C, dan Pasal 7B pada 9 November 2001.[2]
[1] P2KP-FH
UMY, 2013, Jakarta : Jurnal Konstitusi , Vol. II No. 1, September , 2013. h.1
[2] http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
Comments
Post a Comment