CONTOH PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW (JR)
Jakarta, 14 Oktober
2017
Kepada
Yth,
Ketua
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jalan
Medan Merdeka Barat Nomor 7
Jakarta
10110
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini
kami Immawan Qori Tamimy Daulay. S.H., M.H., dan Yaghsa Melda, S.H., M.Hum,
kesemuanya adalah advokat pada kantor Qori
Law Office beralamat di Jalan Walter Mangonsidi Nomor 22, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak
untuk dan atas nama :
1.
Nama : Prof. Dr. Dzulfikar Zulex, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
2.
Nama : Drs. Aji Zuhair, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
3.
Nama : H. Yono Yandri, S.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
4.
Nama : Prof. Yaghsa P, S.H., L.LM
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
5.
Nama : Dr. Rusyda Daulay, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
6.
Nama : Hj. Nurul, S.H., M.Hum
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
7.
Nama : Dr. Fajar fajri Siregar, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
8.
Nama : Prof. Rifqi, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
9.
Nama : Dr. Julian, S.H., M.Hum
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
10.
Nama : Prof. Sagaf, S.H., M.H
Jabatan : Hakim Agung pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia
Alamat : Jalan Medan Merdeka Utara
kav.9-13, Jakarta Pusat;
Untuk selanjutnya disebut sebagai PARA PEMOHON
Bahwa
pemohon mengajukan permohonan pengujian (Judicial Review) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945), yang berkenaan dengan
materi muatan Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3)
serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Selanjutnya disebut sebagai UU KY)
dengan alas an sebagai berikut:
Dasar Hukum Permohonan
A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
1.
Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum;
2.
Bahwa oleh karena objek permohonan
pengujian ini adalah materi dalam UU KY dengan pasal-pasal sebagaimana telah
disebut diatas terhadap UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
memeriksa dan mengadili permohonan pengujian ini;
B. Kedudukan Hukum/Alas Hak Pemohon (Legal
Standing)
1.
Bahwa Pemohon adalah perorangan warga
negara Indonesia sebagai Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang mempunyai
kepentingan hukum dalam permohonan ini karena Pemohon menganggap hak dan
kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan oleh berlakunya Undang-undang Nomor
22 Tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan “pengawasan hakim” yang diatur
dalam Bab. III Pasal 20 dan Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5) serta yang
berkaitan dengan “usul penjatuhan sanksi” yang diatur dalam Pasal 21, Pasal 23
ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3)
dan ayat (4) dihubungkan dengan Bab. I Pasal 1 butir 5 Undang- undang tersebut.
2.
Bahwa Dengan berlakunya Pasal-pasal
tersebut menimbulkan kerugian pada para Pemohon sebagai Hakim Agung termasuk
juga Hakim Mahkamah Konstitusi menjadi atau sebagai objek pengawasan serta
dapat diusulkan sebagai objek penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial;
3.
Bahwa ketentuan yang diuraikan pada huruf
b di atas sangat berkaitan dengan Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 yang menyatakan bahwa “dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat
serta perilaku Hakim Agung dan Hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial
yang diatur dalam Undang-undang”;
Alasan-alasan permohonan pengujian
terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Pasal 34
ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman :
1)
bahwa di dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945
disebutkan sebagai berikut : “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang
berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
Hakim”;
2)
bahwa apabila kalimat tersebut dibaca
dalam satu nafas dan konteknya satu sama lain maka bermakna bahwa Komisi
Yudisial mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim adalah dalam rangka
melaksanakan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung;
3)
bahwa di dalam Pasal 25 UUD 1945 mengatur
bahwa syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai Hakim
ditetapkan dengan Undang- undang;
4)
Bahwa Undang-undang yang mengatur tentang
hal tersebut diatur oleh Undang- undang yang berbeda untuk Hakim Tingkat I dan
Tingkat Banding (Undang- undang No. 8 Tahun 2004 untuk Peradilan Umum,
Undang-undang No. 9 Tahun 2004 untuk Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-undang
No. 7 Tahun 1989 untuk Peradilan Agama, Undang-undang No. 31 Tahun 1997 untuk
Peradilan Militer) serta Hakim Agung (Undang-undang No. 5 Tahun 2004) dan
Mahkamah Konstitusi (Undang-undang No. 24 Tahun 2003);
5)
Bahwa Dalam hal ini jelas bahwa kewenangan
Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah
Konstitusi, karena untuk menjadi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi
tidak seluruhnya berasal dari Hakim Tingkat I dan Hakim Banding;
6)
Bahwa Lebih jelas lagi bahwa Komisi Yudisial
tidak berwenang untuk mengadakan pengawasan terhadap Hakim Ad Hoc;
Dari
sini jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan kata “Hakim” di dalam Pasal
24B UUD 1945 bukan terhadap seluruh Hakim;
7)
Bahwa Berdasarkan hal tersebut, maka yang
dimaksudkan oleh Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 tentang kewenangan lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
Hakim adalah Hakim yang akan menjadi Hakim Agung pada Mahkamah Agung;
8)
Bahwa akan tetapi ternyata di dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 yaitu:
a.
Pasal 20 disebutkan bahwa:
“Dalam
melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi
Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku Hakim dalam
rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
Hakim”;
b.
Pasal1butir5menentukanbahwayangdimaksuddengan:
“Hakim adalah Hakim Agung dan Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan
peradilan yang barada dibawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi
sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”;
Dengan demikian Pasal 1 butir 5 tersebut telah memperluas pengertian
Hakim yang diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 karena hanya dimaksudkan
terhadap Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung saja, tidak meliputi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;
c.
Di samping kedua Pasal yang disebut di
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tersebut, hal yang sama juga disebut di
dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang memberi kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk melakukan
pengawasan Hakim Agung adalah bertentangan dengan Pasal 24B UUD 1945;
9) Bahwa dalam rumusan pasal-pasal yang di sebut dalam angka 3 di atas
membawa makna bahwa pengawasan Komisi Yudisial terhadap para Hakim pada badan
peradilan di semua lingkungan peradilan termasuk di dalamnya Hakim Agung pada
Mahkamah Agung dan Hakim pada Mahkamah Konstitusi jelas bertentangan dengan
Pasal 24B UUD 1945, karena yang dimaksud “Hakim” dalam Pasal 24B tersebut tidak
meliputi Hakim Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;
10) bahwa secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak
menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah
merupakan mitra dari Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para
hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah
Mahkamah Agung;
Pasal 32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah
Agung yang berbunyi sebagai berikut :
.
(1) Mahkamah Agung melakukan
pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;
.
(2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah
laku dan perbuatan pada Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan
tugasnya;
. Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21 jo Pasal
23 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada Mahkamah
Agung dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi
kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim;
11) bahwa di samping itu khusus mengenai usul pemberhentian terhadap Hakim
Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada Hakim Agung yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis
Kehormatan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, sedang bagi Hakim Mahkamah
Konstitusi usul pemberhentiannya dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dan
kepada Hakim Konstitusi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri
lebih dahulu dihadapan Majelis Kohormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana
diaturdalam Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, tanpa campur tangan dari Komisi Yudisial. Hal ini
berbeda dengan Hakim pada badan peradilan dibawah Mahkamah Agung selain
mensyaratkan usul penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial, juga Hakim yang
bersangkutan diberi kesempatan lebih dahulu untuk membela diri dihadapan Majelis
Kehormatan Hakim;
12) Bahwa atas dasar tersebut maka Pasal 21,
Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25
ayat (3) dan ayat (4) yang mengatur tentang usul penjatuhan sanksi terhadap
Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Yudisial bertentangan
dengan Pasal 24B dan Pasal 25 UUD 1945 yang memberi kewenangan kepada Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Agung
dan/atau Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi;
13) bahwa oleh karena pengawasan terhadap Hakim Agung dan Hakim Mahkamah
Konstitusi serta usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial tidak termasuk
Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi, maka sepanjang mengenai
“pengawasan dan usul penjatuhan sanksi” terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi
sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal:
.
1 butir 5
.
20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5),
23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan
ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial serta Pasal
34 ayat (3) Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman harus
dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B dan Pasal 25 Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan selanjutnya menyatakan bahwa
pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi Hakim
Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;
Pengawasan Komisi Yudisial selama ini
yang telah memanggil beberapa Hakim Agung, dalam hubungan dengan perkara yang
telah diadilinya. Pemanggilan oleh Komisi Yudisial terhadap Hakim Agung Bagir
Manan, Marianna Sutadi, Paulus Effendi Lotulung, Parman Suparman, Usman Karim,
Harifin A. Tumpa telah mengakibatkan terganggunya hak konstitusional Hakim
Agung, yang dijamin kemerdekaannya oleh UUD 1945. Pemanggilan Komisi Yudisial
kepada para Hakim Agung tersebut, berpotensi dan akan membawa makna bahwa semua
Hakim Agung dapat dipanggil sewaktu-waktu karena memutus suatu perkara. Hal ini
akan menghancurkan independensi Hakim Agung yang dijamin UUD 1945;
14) Bahwa pengawasan oleh Komisi Yudisial dengan cara memanggil Hakim Agung
karena memutus suatu perkara merupakan sebab-akibat (causal verband),
hilangnya atau terganggunya kebebasan Hakim yang dijamin oleh UUD 1945;
15) Bahwa memperluas makna “Hakim” pada Pasal 24B UUD 1945 sebagaimana berdasarkan
pada Pasal 1 butir 5 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
adalah bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku secara universal yakni
prinsip Lex Certa, suatu materi dalam peraturan perundang-undangan tidak
dapat diperluas atau ditafsirkan lain selain yang tertulis dalam peraturan
perundangan (Lex Stricta), atau dengan kata lain prinsip suatu ketentuan
atau perundang-undangan tidak dapat diberikan perluasan selain ditentukan
secara tegas dan jelas menurut peraturan perundang-undangan. Selain itu,
perluasan makna tersebut tidak berdasarkan prinsip Lex Superior Derogate
Legi Inferiori, suatu perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Begitu pula
dalam kaitan “penjatuhan sanksi” pada Pasal 20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan
ayat (5), 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan 25 ayat (3)
dan ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, adalah
bertentangan dengan asas Lex Certa dan Lex Superior Derogate Legi
Inferiori;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di
atas, maka mohon kiranya Mahkamah Konstitusi memutuskan:
1.
Mengabulkan permohonan para Pemohon ; 2.
Menyatakan:
- Pasal 1 angka 5
- Pasal 20;
- Pasal 21;
- Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5);
- Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5);
- Pasal 24 ayat (1) dan;
2.
Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4)
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004, serta Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004, sepanjang yang menyangkut Hakim Agung dan Hakim Mahkamah
Konstitusi, bertentangan dengan Pasal 24B dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3.
Menyatakan Pasal-pasal tersebut pada angka
2 di atas tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi Hakim Agung pada Mahkamah
Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi;
Atau mohon putusan yang seadil-adilnya;
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon
Immawan Qori Tamimy, S.H., M.H
Yaghsa Melda, S.H.
M.Hum
Comments
Post a Comment