TERORISME DAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN
I.  LATAR BELAKANG
Terorisme merupakan serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan untuk membangkitkan perasaan terror terhadap sekolompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali adalah warga sipil.
Dalam konteks Indonesia, sebenarnya aksi terror dalam pengertian peledakan bom disana-sini, jauh-jauh hari telah terjadi. Masih segar di ingatan peledakan bom malam natal pada tahun 2000. Kemudian bom di depan kedutaan besar Phillipina pada awal tahun 2001, namun tidak ada reaksi dari pemerintah.
Baru setelah peristiwa bom di Bali, pemerintah kemudian menyadari bahwa terorisme benar-benar hidup di Negara kita. Pemerintah selanjutnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Perpu tersebut diberlakukan surut terhadap peristiwa bom Bali.
Kejahatan terorisme sekarang ini bukanlah kejahatan yang biasa, Indonesia dan dunia sudah menggolongkan kejahatan terorisme sebagai Extra Ordinary Crime, dimana kejahatan tersebut adalah kejahatan yang massiv dan berkelanjutan serta disusun dengan perencanaan yang rapi. Selain itu dalam merencanakan kejahatan terorisme, para pelakunya bukan lagi hanya beraktifitas di dalam negeri saja, namu sampai ke luar negeri untuk mendapat perencanaan yang matang. Beberapa tahun ke belakang kita tahu bahwa ISIS adalah salah satu kelompok radikal yang acap kali mengklaim beberapa kejahatan teroris berupa peledakan bom dibeberapa tempat diberbagai belahan dunia, bahkan termasuk di Indonesia ketika kawasan Thamrin, Jakarta pada awal tahun 2016 dibuat gaduh oleh sekelompok orang yang kemudian diketahui adalah pengikut kelompok radikal ISIS.
Tentu perencanaan tersebut tidak hanya dipersiapkan di dalam satu Negara, melainkan melibatkan beberapa tempat di berbagai Negara atau pelakunya sering berpindah tempat untuk bersembunyi dan menyiapkan rencana penyerangan.
II.    RUMUSAN MASALAH
1)      Bagaimana muatan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme di Indonesia?
2)      Bagaimana kejahatan terorisme dihubungkan dengan tindak pidana transnasional?
3)      Bagaimana contoh kasus dan analisa tentang terorisme yang merupakan kejahatan transnasional?


BAB II
PEMBAHASAN

1)      Pengaturan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia
Setelah serentetan kasus terorisme terjadi di Indonesia pada tahun 2000 dan 2001, maka pengaturan tentang kejahatan terorisme mulai disusun dalam suatu undang-undang.  Undang-undang Nomor 15 dan 16 Tahun 2003 pun diundangkan[1].  Namun kemudian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 dihapuskan karena  ditakutkan akan memberikan ketidakpastian hukum karena pada Undang-Undang tersebut memiliki sifat berlaku surut yang dikhususkan untuk menghukum para pelaku bom Bali. Maka dari itu Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 adalah Undang-Undang yang masih berlaku.
Secara garis besar anatomi Undang-Undang nomor 15 Tahun 2003 dapat dibagi menjadi empat bagian[2]:
1.      Mengenai yurisdiksi berlakunya, Undang-undang tersebut adalah terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme di wilayah Negara Republik Indonesi. Prinsip umum ini merupakan asas umum yang terdapat dalam KUHP hampir diseluruh negara yaitu asas territorial. Artinya, perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah negara, baik yang dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh warga negara asing[3]. Yurisdiksi berlakunya Undang-undang ini tidak hanya terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia saja, tetapi juga berlaku terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan:
·         Terhadap warga negara Republik Indonesia di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
·         Terhadap fasilitas neara Republik Indonesia diluar negeri termasuk tempat kediaman pejabat diplomatic dan konsuler Republik Indonesia.
·         Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa Pemerintah Indonesia melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
·         Untuk memaksa organisasi internasional di Indonesia melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
·         Di atas kapal yang berbendera Indonesia atau pesawat udara yang terdaftar berdasarkan Undang-undang Negara Indonesia pada saat kejahatan itu dilakukan.
·         Oleh setiap orang yang memiliki kewarganegaraan dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia.
2.      Mengenai perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorimse dan tindak pidana lainnya yang berkaitan dengan terorisme tersebar dalam 19 pasal mulai dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang tersebut. Secara garis besar perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorisme adalah sebagai berikut:
·         Perbuatan yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekersan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan pada fasilitas umum yang fital maupun fasilitas internasional.
·         Perbuatan yang berkaitan dengan keamanan pesawat udara termasuk keselamatan lalu lintas udara dan penerbangan serta pembajakan terhadap pesawat udara, baik yang dilakukan dengan sengaja secara melawan hukum maupun karena kealpaan.
·         Perbuatan yang berkaitan dengan memasukkan ke Indonesia, mrmbuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persdiaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menggunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia senjata api atau ahan peledak berbahaya lainnya dapat dimaksud melakukan tindak pidana terorisme.
·         Perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponen lainnya yang menimbulkan suasna terror terhadap kehidupan dan kemanan adalah tindak pidana terorisme
·         Perbuatan yang menyangkut penyediaan dana dan pengumpulan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan untuk tindak pidana terorisme atau yang berkaitan dengannya.
·         Perbuatan yang berkaitan dengan penerimaan kemudahan atau bantuan sarana, merencanakan tindak pidana teroisme.
·         Perbuatan yang dilakukan untuk mengintimidasi dalam hal proses peradilan.
3.      Mengenai proses beracara atau hukum formalnya. Pada dasarnya penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme adalah berdasar pada hukum acara yang berlaku sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang tersebut.
4.      Mengenai konpensasi, restitusi dan rehabilitasi. Setiap korban atau ahli warisnya akibat tidak pidana terorisme berhak mendapay konpensasi atau restitusi. Kompensasi dibebankan kepada negarayang diajukan kepada Menteri Keuangan. Sementara restitusi adalah ganti rugi dari pelaku tindak pidana terorisme kepada para korban.
2)    Kejahatan Terorisme Dihubungkan Dengan Tindak Pidana Transnasional
Dunia dewasa ini dihadapkan pada situasi dimana para pelaku terorisme melakukan aksinya secara lintas negara secara negative namun terorganisir. Organisasi kejahatan dan jaringan terorisme seperti para kelompok radikal menjadi ancaman baru bagi keamanan Internasional khususnya Indonesia.
Sebagian besar dalam kasus terorisme dalam beberapa tahun terakhir dapat dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional, karena perbuatan para pelaku tersebut telah memenuhi syarat dan ciri-ciri tindak pidana transnasional, contoh kecilnya adalah perekrutan anggota kelompok radikal yang sering dilakukan melalui jaringan internet, setelah direkrut maka anggota baru tersebut akan diberikan pelajaran-pelajaran mengenai bagaimana memberikan terror terhadap orang banyak. Setelah itu anggota baru akan melaksanakan tugasnya seperti meledakkan diri, bom mobil dan sebagainya, yang dimana bahan peledak tersbeut juga bukanlah milik pelaku tersebut melainkan dikirim dari negara lain.
Sangat jarang kita sekarang menemui aksi terorisme yang jaringannya hanya berada di dalam suatu negara, apalagi ISIS beberapa tahun terakhir telah menjelma sebagai kekuatan yang luar biasa yang telah mengklaim dibeberapa kejadian peledakan bom di belahan dunia, seperti Paris, Brussel, dan lebih banyak lagi adalah di wilayah Timur Tengah. Hal tersebut menandakan kejahatan terorisme bukan lagi masalah yang kecil bagi masyarakat dunia, karena jaringan teroris semakin meluas sejalan dengan kasus terorisme yang semakin menjalar ke belahan dunia mulai dari Timur Tengah sampai ke Eropa.
Beberapa kasus terorisme di Indonesia sendiri juga memiliki unsur tindak pidana transnasional, karena Indonesia memang sepuluh tahun terakhir sudah menjadi sasaran para kelompok radikal. Mulai dari kasus bom bali yang melibatkan Amrozi, warga negara asing, yaitu warga negara Malaysia, sampai pada kasus terakhir di wilayah Thamrin di Jakarta, yang dimana ISIS telah mengakui bahwa serangan tersebut merupakan salah satu bentuk kemarahan mereka terhadap Indonesia.
BAB III
PENUTUP
I.       KESIMPULAN
Secara garis besar anatomi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme  dapat dibagi menjadi empat bagian. Pertama, mengenai yurisdiksi berlakunya undang-undang tersebut. Kedua, perihal perbuatan-perbuatan apa saja yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorisme dan tindak pidana lainnya yang berkaitan dengan terorisme. Ketiga, mengenai proses beracara atau hukum formalnya. Keempat, mengenai kompensasi, restitursi dan rehabilitasi.
Kejahatan transnasional yang melibatkan jaringan-jaringan di beberapa negara mengakibatkan perlunya kerjasama regional dan internasional. Untuk itu diperlukan kerjasama iternasional terutama pertukaran data dan informasi dengan negara lain. Dalam kaitan ini, Departemen Luar Negeri sebagai focal point yang pertama dalam kerjasama internasional seharusnya mendapat dukungan semua pihak dalam melaksanakan one door policy terkait dengan permasalahan terorisme.
Peningkatan kerjasama antar penegak hukum juga diperlukan, antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, bea cukai, imigrasi serta kementerian keuangan terutama yang berkaitan dengan pemantauan dan analisa pergerakan arus keluar masuk warga negara asing dan aliran dana yang mungkin digunakan untuk membiayai kejahatan transnasional, dalam hal ini adalah tindak pidana terorisme.


[1] UU No. 15 dan UU No. 16 Tahun 2003 merupakan pengeembangan dari Perpu No. 1 dan Perpu No. 2 Tahun 2002.
[2] Dani Krisnawati, Eddy Hiariej, Marcus Priyo Gunarto, Sigid Riyanto, Supriyadi, 2006, Hukum Pidana Khusus, Jakarta Selatan, hlm. 235.
[3] Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, hlm. 38

Comments

POPULER

CONTOH DUPLIK (PERDATA)

CONTOH REPLIK (PERDATA)

CONTOH EKSEPSI DAN JAWABAN GUGATAN

CONTOH PERMOHONAN SENGKETA PEMILU

CONTOH GUGATAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA

-MAKALAH- PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA

CONTOH GUGATAN PERDATA (DALAM KASUS SEDERHANA)

(MINI RISET) MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP MELALUI AMDAL

ISTANA ITU BERNAMA SUKAMISKIN RAJA MENJADI PELAYAN

CONTOH PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW (JR)