(MIN RISET) LUMPUR LAPINDO


Kasus Lumpur Lapindo

Objek                          : Pencemaran lingkungan oleh perusahaan
Kerangka Hukum       : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH

Pembahasan
            Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici). Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan. Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong.
       Mengingat Lapindo Brantas Inc. tidak memiliki AMDAL maka berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 pasal 12 ayat ( 1 ), pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Dan dalam pasal 12 ayat ( 2 ) dikatakan bahwa dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan kasus ini telah membuktikan bahwa Lapindo Brantas Inc. karena kelalaiannya telah menyebabkan pencemaran.

Kesimpulan
            Apabila dilihat dari kasus diatas saya berpendapat bahwa PT. Lapindo walaupun tidak dapat dibuktikan kesalahannya namun dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan asas strict liability karena telah menghasilkan limbah B3, strict liability berarti tidak perlu untuk membuktikan kesalahan pelaku namun hanya membuktikan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian yang diterima oleh masyarakat yang terkena dampaknya.

Comments

POPULER

CONTOH DUPLIK (PERDATA)

CONTOH REPLIK (PERDATA)

CONTOH EKSEPSI DAN JAWABAN GUGATAN

CONTOH PERMOHONAN SENGKETA PEMILU

CONTOH GUGATAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA

-MAKALAH- PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA

CONTOH GUGATAN PERDATA (DALAM KASUS SEDERHANA)

(MINI RISET) MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP MELALUI AMDAL

ISTANA ITU BERNAMA SUKAMISKIN RAJA MENJADI PELAYAN

CONTOH PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW (JR)